KEBAHAGIAAN SADEWA
Sepeninggal Sudamala Hyang Batara Guru dan Dewi Uma berpamitan dengan Ni Kalika yang menangis sedih karena harus berpisah dengan tuannya.. Dewi Uma menghibur Ni Kalika dan menjelaskan bahwa hal itu tidak akan berlangsung lama. Hutan Setra Gandamayu yang telah berubah menjadi taman bunga yang sangat indah itu kini harus dijaga oleh Ni Kalika.
Sudamala yang kini telah menjadi sakti itu merasakan bahwa perjalanannya ke arah timur laut tidak terasa berat. Seringkali Sudamala merasa terheran-heran sendiri dengan kemampuannya yang berlipat-lipat..kini ia dapat melangkah dengan sangat ringan.. lari dengan lebih cepat dan tidak lelah… kalu dipikir ia sudah tidak makan hampir seminggu sejak ia digantung oleh Ra Nini. Mengingat hal itu perut Sudamala tiba-tiba menjadi lapar. Sudamala segera mencari-cari apa yang dapat dimakan di hutan seperti ini.
Dilihatnya keatas dan ke bawah..dan akhirnya ditemukannya buah semangka dan segerombol rambutan. Meloncatlah ia keatas untuk memetik buah itu diambilnya secukupnya dan kemudian dipetiknya pula buah semangkai yang seperti tergeletak di tanah itu.
Untuk sesaat Sudamala beristirahat dibawah pohon yang rindang dan mulai memakan buah-buah yang dipetiknya itu. Karena enaknya makan setelah berhari-hari tidak makan dan minum.. Sudamala merasa kini perutnya telah penuh.. Dia masih ingin beristirahat barang sejenak… dan tiupan angin semilir itu begitu membuainya sehingga ia tertidur.
Setelah beberapa saat tertidur Sudamala terbangun oleh teriakan anak-anak desa yang sedang bermain di pinggir hutan itu… berteriak-teriak gembira, dan kadang bersiul menirukan suara burung. Sadewa memperhatikan mereka yang sepertinya belum menyadari kehadirannya di hutan itu.
Sesaat kemudian Sudamala memanggil salah satu dari mereka.
” Adinda …kemarilah .!“ Mendengar ada suara orang ‘asing’ ketiga anak itu ketakutan dan bersiap hendak lari. Melihat mereka hendak lari.. Sadewa segera memanggil mereka lagi sambil menampakan dirinya dan kali ini dengan tersenyum berkata lagi kepada mereka “ Ayolah Adinda kemari, jangan takut, aku punya banyak buah rambutan, ini ambilah manis sekali rasanya”
Anak pertama yang melihat Sadewa melihat dan memastikan bahwa Sadewa adalah benar-benar orang kemudian dengan langkah ragu-ragu ia berjalan mendekati Sadewa. Setelah anak itu cukup dekat Sadewa mengambil beberapa ikat rambutan dan mengulurkan kepada anak itu. Melihat temannya berani dan tidak terjadi apa-apa kedua anak yang lain datang pula mendekat.
Beberapa waktu kemudian mereka berempat telah berbicara dengan akrab dan sambil tertawa-tawa dan sambil makan buah yang telah dipetik Sudamala . Sudamala memanfaatkan hal itu untuk bertanya-tanya tentang pertapaan Pringalas. Kedua anak itu berceloteh tentang pertapaan Pringalas yang terletak sangat jauh dikaki gunung, Resi Tambapetra yang menghuni pertapaan itu, serta penghuni-penghuni pertapaan yang lain.. mereka juga bersedia menunjukkan jalannya apabila Sadewa menginginkannya.
Setelah puas beristirahat dan bercanda dengan anak anak itu Sadewa berdiri dan mengatakan kepada mereka hendak melanjutkan perjalanannya ke Pringalas. Salah satu anak itu menjelaskan kepada Sadewa bahwa perjalanan kesana akan lama sekali sebaiknya hari ini ia menginap saja di desa tempat ia tinggal. Sadewa berpikir ada benarnya juga. Mungkin tidur yang cukup malam ini, mandi dan membersihkan tubuh akan sangat menyenangkan. Dengan gembira Sadewa menjawab “ Baiklah aku akan menginap malam ini di desa kalian, siapakah kira-kira penduduk yang bersedia aku tumpangi malam ini? “
”Kakak sebaiknya tidur dirumahku saja… rumahku sangat luas.. kamarnya banyak… nanti aku tinggal mengatakan kepada romo kalau ada tamu… pasti beliau tidak akan berkeberatan memberi tumpangan kepada orang yang ingin menginap.”
Demikian kata salah satu anak yang badannya gemuk, dan hidungnya selalu berkeringat.
“Hmmm tawaran yang menarik, baiklah Wito aku akan menginap malam ini dirumahmu… kenalkan aku dengan ayahandamu dan aku akan meminta ijin untuk dapat menginap malam ini dirumahmu.” Begitu Sudamala menjawab kepada anak yang bernama Wito itu.
Kini Sadewa atau Sudamala telah berjalan bersama ketiga anak tanggung itu menuju ke arah desa. Sudamala memberi salam kepada setiap orang dewasa yang ditemuinya berbasa-basi sebentar dan melanjutkan perjalanan melalui sawah, kali, jalan tembus dan akhirnya sampailah mereka di rumah Wito yang terletak agak jauh dari kumpulan rumah penduduk yang lain.
Sudamala memperkenalkan diri kepada orang tua Wito dan disambut dengan ramah oleh orangtua laki-laki dan perempuan dari Wito. Sadewa bisa bermalam disitu, membersihkan badan, beristirahat dan mengisi perut dengan hidangan ala kadarnya yang disediakan oleh tuan rumah. Walaupun makanan itu sederhana hanya nasi putih dan ikan asin, namun terasa enak sekali bagi Sadewa yang telah seminggu tidak makan.. rasanya seperti mengulang kisah pada saat ia dan saudaranya Nakula kelaparan setelah keluar dari gua bawah tanah..dan menerima bawaan makanan dari kakang-kakang mereka Bima dan Arjuna. Apalagi ketika tuan rumah menyediakan wedang dan gula jawa. Sungguh nikmat sekali dihirup dan digigit gula jawa itu di daerah dengan hawa pegunungan yang sejuk.
Singkat cerita Sudamala telah sampai ke daerah pertapaan Pringalas yang memang terletak dekat sekali dengan gunung, daerah itu merupakan satu-satunya tanah datar yang ada disitu, yang lain adalah tanah miring perbukitan. Sehingga mudahlah bagi Sudamala menemukannya.
Kedatangan Sudamala disambut oleh seorang tua yang membukakan pintu setelah mendengar salam dari Sudamala. Orang tua itu adalah Ki Putut, salah satu abdi di pertapaan itu.
“Selamat datang Raden, baru sekali ini hamba melihat Raden mengunjungi pertapaan ini. Ada keperluan apakah gerangan, maka Raden berkenan datang kemari..? ” Sambut Ki Putut dengan penuh hormat.
“Ki katakanlah kepada Resi Tambapetra, bahwa Sadewa dari Indraprasta ingin bertemu” . Sahut si Sudamala
“Oo ooooh jadi Aden adalah putera bungsu Pandawa Lima yang terkenal itu.. ooohh …Pantas Raden sangat gagah dan tampan, bagaikan bidadara; silahkan duduk dan tunggulah sebentar, Raden. Hamba akan segera panggilkan sang Resi “
Berkata demikian Ki Putut tergopoh-gopoh berlari masuk kedalam. Pertapaan itu ternyata cukup luas, besar dan nyaman…. Sesaat kemudian ia telah tampak keluar lagi, kali ini menuntun seorang yang tua yang berpakaian sebagai seorang resi.
Sadewa berkata dalam hati.. hmmm jadi inilah sang Resi Tambapetra itu…
Sadewa segera ikut menuntun sang Resi untuk duduk setelah mereka berdekatan.
Sang Resi duduk dengan sangat hati-hati. Ki Putut mengulang kalimat yang tadi diucapkan tidak teratur saat didalam kepada Resi dengan kalimat yang lebih teratur.
“Resi kita kedatangan tamu seorang Satria, bernama Sadewa dari Negeri Indraprasta,… Satria ini tidak lain adalah Putera Pandawa yang paling bungsu.” berkata Ki Putut menjelaskan kepada Resi. Sambil Ki Putut berkata begitu Sang Resi mengangguk dan membungkuk memberi hormat saat ia duduk kepada Sadewa yang segera dibalas dengan bungkukan yang sama oleh Sadewa.
“Selamat Datang, Ksatria dari Indraprasta…Hamba sungguh merasa mendapat kehormatan yang sangat besar, atas kunjungan Raden dari Indraprasta” Sambut Resi Indraprasta.
“Terima kasih yang sebesar-besarnya atas ucapan selamat datang dan penghormatan yang diberikan oleh Ki Resi..” Sahut Sadewa.
“Ampun anaknda Satria kalau boleh hamba tahu… apakah sebenarnya maksud kedatangan Ananda Raden datang kemari?…” Tanya sang Resi Tambapetra.
Pada saat Sang Resi Tambapetra sedang bercakap-cakap itu sebenarnya ada sepasang mata yang indah sedang mengawasi dari balik tirai rumah pertapaan itu. mata itu adalah milik Ni Perdapa salah seorang putri Resi Tambapetra yang cantik. Sebenarnya sejak salam Sadewa terdengar ia sudah ingin membukakan pintu.. namun karena ia seorang gadis mungkin tidak pantas untuk membukakan makanya ia memanggil Ki Putut untuk membukakan pintu. Dan pada saat pintu itu terbuka terpesonalah ia dengan pemandangan yang belum pernah dilihatnya seumur hidupnya. Baru kali ini ia melihat ada seorang Perjaka yang tampan.. seorang Ksatria lagi… dan yang lebih-lebih adalah ia anak Pandawa yang sudah terkenal di daerahnya… ia hanya pernah mendengar tentang pandawa dari teman-temannya di desa dekat pertapaan itu namun untuk membayangkan bagaimana ketampanan para ksatria Pandawa itu ia tidak pernah bisa. Dan sekarang seorang Ksatria tampan anak Pandawa !! bekunjung ke rumahnya !!!! dan ia adalah si Sadewa… dan itu berarti dialah Ksatria Pandawa yang belum beristri… Membayangkan itu Ni Perdapa serasa melayang … ahh ini semua adalah apa yang diidamkan oleh semua gadis di desanya… dikunjungi oleh satria tampan…yang kelihatannya baik dan sopan…. Maka semakin terpesonalah Ni Perdapa dengan semua yang ada pada Sadewa.. dan tidak disadarinya kini jantungnya berdebar lebih cepat dan kencang.
Oleh karenanya ia terkejut setengah mati ketika kakaknya Ni Soka menggamit punggungnya dari belakang sehingga tidak sadar ia menjerit “Aaak” sebuah jeritan yang kaget dan tertahan..
Untuk sementara terjadi keheningan ketika jeritan Ni Soka terdengar oleh ketiga orang yang sedang bercakap di ruang depan. Sadewa sendiri mendengar jeritan itu jantungnya berdebar juga … apakah mungkin itu salah seorang anak Resi Tambapetra yang menurut Dewi Uma sangat cantik itu? Secantik apakah dia?..apakah sama dengan yang aku bayangkan…apakah secantik Mbakyu Drupadi atau mbakyu Srikandi?
“Aden…” Resi Tambapetra berkata setelah menurutnya lama sekali tidak terdengar jawaban.
“A a… maafkan aku Resi, tujuanku datang kesini sebenarnya adalah sesuai dengan petunjuk dari Hyang Betari Dewi Uma ..” Berkata Sadewa tergagap..
“Dewi Uma? ” … Resi Tambapetra bertanya ..tidak mengerti petunjuk apa yang membawa anak muda ini datang kesini.
“Hmm baiklah Resi akan aku ceritakan kisah kejadiannya hingga aku sampai ketempat ini…” Demikian Sadewa menimpali…kemudian berceritalah Sadewa dengan lancar mulai dari Kepergian ibunya… hingga ia berhasil menyembuhkan Ra Nini dan kemudian menceritakan petunjuk yang ia terima dari Dewi Uma. Namun Sadewa tidak menceritakan bagian petunjuk Dewi Uma yang menyuruhnya mengawini anak Resi Tambapetra.
Mendengar penuturan itu.. wajah Resi menjadi berubah dan tampak berseri-seri.. memang sudah lama sekali kedua matanya ini membuatnya menderita..apalagi tidak hanya penglihatannya yang hilang namun juga rasa sakit yang ditimbulkannya kadang mengganggu kekhusukan Tapa yang dijalaninya.
…Apabila benar apa yang diucapkan oleh putera Pandawa yang bungsu ini, aku tentu akan sangat bahagia… apakah ia akan tertarik dengan puteri-puteriku untuk diambil isteri.. mereka juga sudah memasuki usia dewasa..Ya jika aku bisa melihat lagi aku akan merestui Ni Soka atau Ni Perdapa menikah dengan Satria ini…
“Wahai Raden, hamba telah siap menerima apapun yang hendak Raden lakukan atas diri hamba ini … ya hamba mohon bantulah hamba melepaskan diri dari derita dan malapetaka yang telah menimpa diri hamba ini..”
“Aden tidak usah terburu-buru…masih banyak waktu… sebaiknya aden beristirahat saja dulu…. Ki Putut tolong engkau sediakan sebuah kamar yang bersih untuk tamu agung kita ini…” Berkata Resi Tambapetra.
“Ya.. Ya… resi akan segera aku siapkan… ” Ki Putut beranjak dari duduknya dan segera berjalan masuk ke dalam.
Sampai di dalam dilihatnya Ni Soka dan Ni Perdapa sedang berdiri saling mendorong untuk mengintip pada tamu muda ayahandanya.. Ki Putut hanya tersenyum melihat pemandangan itu….
“Ki biar aku bantu untuk membereskan kamar…” Berkata Ni Perdapa cepat kepada Ki Putut…” Kamar yang mana Ki yang akan di siapkan? …”
“Sebaiknya kamar yang tidak terlalu di dalam.. ” Mungkin kamar depan ini bisa kita siapkan..” Ni Perdapa langsung berlari kebelakang mengambil alat-alat rumah tangga untuk membersihkan kamar yang dimaksud oleh Ki Putut.
Sementara itu Ni Soka tidak kalah juga memanfaatkan kesempatan langka itu segera ia lari ke dapur dan merebus air… dan mengumpulkan beberapa makanan di atas sebuah piring untuk dihidangkan ke hadapan tamu tampan mereka.
Ni Soka telah selesai lebih dahulu dengan hidangannya dan berjalan kedepan dengan sangat hati-hati..dia berhenti sejenak .. ditaruhnya nampan berisi makanan kecil dan minuman itu dan dirapikannyan rambutnya sambil tersenyum kepada kepada dirinya sendiri.. dia melangkah ke depan dengan perlahan-lahan.. dan muncul ke ruangan depan tempat Resi Tambapetra dan Sadewa sedang bercakap-cakap.. tidak begitu dapat diikuti apa yang sedang diperbincangkan mereka..namun ia menangkap samar-samar nama Dewi Kunti dan dua raksasa sakti disebut sebut oleh Satria tampan itu…
Ni Soka membungkuk dan meletakkan satu persatu makanan dan minuman itu ditengah-tengah ayahandanya dan Satria itu… Dalam kebuataannya Resi Tambapetra tahu bahwa salah satu anaknya sedang menghidangkan sesuatu… tapi anaknya yang mana Ni Soka atau Ni Perdapa… oleh karenanya ia berdiam diri sejenak.. agar yakin siapa yang sedang dihadapanya itu..
Setelah Ni Soka selesai meletakkan semua hidangan… Ni Soka berkata … Silakan diminum Aden… katanya dengan kepala mengarah ke Sadewa namun kepalanya tertunduk… Sadewa membalas dengan senyuman yang bagi Ni Soka terlihat sangat menawan… ahh rasanya aku tidak sanggup berdiri….
“Perkenalkan ini anakku yang sulung Ni Soka… Ananda Raden …” Ni Soka terkejut dan teringat kembali bahwa ia masih hidup di dunia….Ni Soka menganggukkan kepalanya dan Satria tampan itu menjawab… ” Perkenalkan Ni ..saya Sadewa Putera Pandawa ..”
Ni Soka tertunduk malu dan tersenyum dan tidak menjawab…
“Masih ada satu lagi puteriku Aden….” Berkata Resi Tambapetra… ” Soka.. kau panggilah adikmu kemari…” Berkata Resi Tambapetra kepada Ni Soka
“Baik Rama…” Berkata demikian Ni Soka mundur kebelakang dan berbalik menuju kamar yang sedang dipersiapkan oleh Ki Putut dan Perdapa adiknya..
“Perdapa ! Rama memanggilmu kedepan… ayo.. letakkan dulu sapu dan penebah itu… ayo cepat… apakah kau tidak ingin berkenalan dengan tamu kita “
“Iya iya…mbakyu… sebentar…” Ni Perdapa segera membereskan baju dan rambutnya ..kemudian berdua mereka datang ke depan menemui ayah dan Satria itu..
“Rama apakah rama memanggilku…” Kata Ni Perdapa kepada ayahnya…
“Hmm ya…perkenalkan ini tamu agung kita dari Indraprasta ..namanya Raden Sadewa” berkata Resi Tambapetra…
Sadewa yang sejak kemunculan Ni Soka sudah mengagumi dan mengakui kecantikan anak Resi Tambapetra itu.. kini lebih kagum lagi dengan kecantikan adiknya Ni Soka yaitu Ni Perdapa…Ah cantik sekali ia.. terlihat butir-butir kecil keringat di dahinya.. ah mungkin tadi dia sedang sibuk di belakang… anak gadis yang rajin… hemmmm
“Nak Sadewa perkenalkan…!” Resi Tambapetra tidak mengetahui apa yang terjadi mengapa kalimatnya lama tak terjawab .. apakah mereka saling memberi salam ataukah …ah.. itu adalah semua perasaan yang dimiliki oleh orang muda.
“Ya.. ya Resi ” Berkata demikian Sadewa membungkuk dan memberi salam hormat sambil tersenyum kepada Ni Perdapa.. Ni Perdapa hanya membalas membungkuk.. hatinya berdebar-debar tidak karuan.. memang tampan sekali dia…tidak kuat rasanya aku berada disini terus…
“Rama kau minta ijin ke belakang mau meneruskan pekerjaanku yang tertinggal..” Ni Perdapa segera meminta diri untuk ke belakang..
“Ya.. anakku pergilah kebelakan dan bantulah Pamanmu Ki Putut ..”
“Aku juga rama..” Ni Soka berkata tidak mau kalah..
“Ya…” Resi Tambapetra berkata pendek, berusaha memahami situasi yang sedang terjadi dihadapannya itu…
Kedua kakak beradik itu berdiri dan membungkuk sekali lagi kepada Sadewa…..dengan membawa ingatan senyum Sadewa yang menawan itu mereka undur ke belakang.
“Silahkan Aden dinikmati .. apa adanya… maklumlah di kampung…” Berkata Resi Tambapetra memecahkan suasana yang tiba-tiba sunyi..
“Ya Ki terima kasih …”
Selanjutnya tamu dan tuan rumah itu telah terlibat pada suatu pembicaraan yang panjang dan menarik…masing-masing menceritakan kisahnya.. (Artikel ini diambil dari http://wayang.wordpress.com/2010/03/09/kebahagiaan-sadewa/).