DRUPADI DAN SRIKANDI
Pandawa dan Punakawan segera ikut membantu mempersiapkan upacara pembakaran jenasah yang akan dilakukan untuk Raden Gandamana. Tampak Dewi Drupadi dan Dewi Srikandi serta Raden Drustajumena menangisi kepergian paman mereka.
Dewi Drupadi tidak berani menatap ke Bratasena yang ternyata tinggi dan besar sekali itu. Demikian juga Srikandi selalu berpura-pura sibuk mempersiapkan segala sesuatunya. Dan tanpa disadari tiba-tiba begitu banyak gadis dari keputren membantu mempersiapkan upacara itu, kelihatannya semua gadis di kerajaan ini ingin melihat lebih dekat Satria muda berwajah sangat tampan itu.
Pada malam hari di halaman istana semua sudah siap untuk upacara pembakaran mayat. Dibawah sinar bulan purnama semua orang berkumpul dan berdoa kepada dewa agar menerima arwah Raden Gandamana. Permaisuri kerajaan, Dewi Drupadi dan Dewi Srikandi yang masih saja menangisi tiada henti. Permadi yang belum kenal dengan Srikandi mencoba menghibur Srikandi agar tidak terlalu bersedih hati. Srikandi yang gundah itu bercampur aduk perasaannya antara sedih, senang, resah dan berdebar-debar, demi dilihatnya Satria tampan itu menghiburnya.
Setelah acara pembakaran mayat itu Dewi Drupadi tidak dapat tidur, apakah ia akan bisa menjadi isteri dari Satria tinggi besar yang bernama Bratasena itu. Satria itu memang terlihat baik, namun sebenarnya dalam hatinya ia menginginkan seorang suami yang tidak suka bertanding, berkelahi, membunuh orang, atau berperang. Dia menginginkan seorang laki-laki yang agung dan suci hatinya dan mencintai kedamaian. Demikian juga dengan Dewi Srikandi malam itu tidak dapat tidur memikirkan Satria tampan bernama Permadi adik sang Bratasena. Apakah rombongan mereka akan segera pulang ke asalnya?.
Keesokan harinya Bratasena dan para Pandawa menghadap kepada Prabu Drupadi dan menjelaskan semua bahwa mereka sebenarnya adalah Pandawa putera Prabu Pandudewanata dan bahwa Bratasena sebenarnya mengikuti pertandingan ini bukan untuk dirinya sendiri melainkan untuk kakaknya yang bernama Puntadewa yang saat ini sedang menjaga ibu mereka dihutan, itu juga sesuai dengan pesan ibunya Dewi Kunti. Prabu Drupadi mengangguk-angguk dia telah sering mendengar tentang Pandudewananta raja Astina itu yang saat ini kerajaannya dikuasasi oleh Kurawa anak-anak Desterata kakak dari Pandudewanata, Padahal mereka semua diasuh dan dilatih oleh guru yang sama yaitu Pendeta Durna, atau si Bambang Kumbayana, saudara sepupunya dari negeri atas angin yang menyusul dirinya ke tanah Jawa ini.
Demi mendengar bahwa ternyata putrinya akan dinikahkan dengan seorang Putra Mahkota kerajaan Astina Pandudewanata, yang bernama Puntadewa, Permaisuri kerajaan ibunda Dewi Drupadi bergegas minta diri ke belakang dan segera memanggil anaknya Dewi Drupadi, dan sambil mereka duduk di kursi menjelaskan bahwa dia tidak akan menikah dengan Bratasena melainkan dengan Puntadewa putera sulung Prabu Pandudewanata.
“Apakah kamu tidak apa-apa putriku?” bertanya ibunda permaisuri. “Aku hanya pasrah pada kehendak Dewa ibu, apabila hal itu telah menjadi kehendak Dewa maka aku tidak berkebaratan ” demikian jawaban Dewi Drupadi dengan dada yang berdebar-debar, siapa lagikah si Puntadewa itu, ternyata mereka adalah putera-putera raja. Ah dimanakah mereka kini tinggal. berbagai pertanyaan timbul dalam benak Drupadi.
Sementara itu Prabu Drupada telah menjelaskan kepada Bratasena bahwa hal itu akan diserahkan kepada Dewi Drupadi sendiri apakah dia besedia menjadi isteri orang lain yang tidak ikut dalam dari Sayembara ini. Karena saat itu ia teringat bagaimana bersemangatnya putrinya itu berteriak-teriak memberi semangat kepada Bratasena pada saat ia bertanding melawan Raden Gandamana.
Dalam pada itu masuklah Ibunda Permaisuri dengan Dewi Drupadi yang datang sambil menunduk. Kemudian Prabu Drupada segera menjelaskan maksud Bratasena mengikuti sayembara dan bertanya kepada putrinya apakah dia berkeberatan. Dewi Drupadi malu mengatakan hal yang sebenarnya, dan melihat kearah ibundanya untuk membantu menjelaskan. Ibundanya segera tanggap dan menjelaskan bahwa putrinya tidak berkeberatan dengan hal itu, asalkan itu benar-benar adalah kehendak Dewa.
Dan Ibundanya menjelaskan bahwa dari pembicaraan dengan putrinya, putrinya ingin agar Puntadewa datang sendiri ke Istana untuk bertemu dengan Prabu Drupada dan menyampaikan keinginannya.
Bapa Semar ikut bicara demi mendengar hal itu, dia bersedia untuk menyampaikan segalanya kepada momongannya Puntadewa agar dia mau datang sendiri ke Istana Cempalareja. Selanjutnya rombongan Pandawa meminta diri untuk kembali ke Hutan Amarta dan menyampaikan berita itu kepada Puntadewa dan Ibu Dewi Kunti.
Mendengar rombongan pandawa akan pulang eminta diri Srikandi berlari secepat kilat kebelakang dan segera mengambil bungkusan makanan yang telah dipersiapkan dari tadi kalau-kalau mereka akan pulang hari ini. Dengan malu-malu Srikandi memberikan bekal itu kepada Permadi. Permadi yang bisa merasakan bahwa putri raja adik Drupadi ini sangat tertarik kepadanya menerima bungkusan itu dengan senang hati, kemudian memberikan kepada punakawan untuk membawakan makanan itu sambil berterima kasih. Kemudian mereka mulai berangkat pulang kembali ke Wanamarta. (Artikel ini diambil dari http://wayang.wordpress.com/2010/03/09/drupadi-dan-srikandi/).