Dahyang Durna semasa mudanya bernama Bambang Kumbayana, beroman cakap dan sakti, asal dari Atasangin. Kumbayana mempunyai seorang saudara angkat bernama Bambang Sucitra, yang telah meninggalkan negerinya pergi ke tanah Jawa. Kumbayana pergi menyusul. Tetapi setelah sampai di tepi samudera, Kumbayana berhenti dengan sangat berduka cita Kumbayana berkata, bahwa siapapun juga yang dapat menyeberangkan dia dari pantai itu hingga sampai di pantai tanah Jawa, jika ia laki-laki akan diaku jadi saudara, jika ia perempuan akan diambil jadi isteri.
Setelah berkata itu datanglah seekor kuda betina bersayap (Jawa: kuda sembrani) mendekatinya. Kumbayana merasa bahwa kuda itulah yang akan menolongnya menyeberangkan. Maka Kumbayana mengendarai kuda itu dan terbanglah ia secepat kilat, hingga sampailah di daratan tanah Jawa. Setelah Kumbayana turun, kuda itu melahirkan seorang anak laki-laki, kemudian ia berubah menjadi seorang bidadari bernama Dewi Wilotama, dan terus terbang. Ke angkasa. Anak itu diberi nama Bambang Aswatama.
Kumbayana makin. susah, karena dalam perjalanan itu harus membawa bayi. Kemudian sampai juga ia ke Cempalareja, negeri saudara angkatnya; Bambang Sucitra, yang telah bertahta di sana dan bergelar Prabu Drupada.
Mendengar itu Kumbayana amat bersukacita, ia terus masuk di balairung, dan ketika dikenalnya saudara angkat itu, ia berseru: Sucitra, Sucitra!” Gandamana, ipar Prabu Drupada, sangat murka mendengar seruan Kumbayana itu. Perbuatan itu dipandang menghina, dan Kumbayana dianiaya hingga cacat badannya. Prabu Drupada mengetahui kejadian sangat menyesal. Kumbayana lalu dirawar dan tinggal di Sokalima, bernama Dahyang Durna. Kemudian Durna menghambakan diri pada raja Hastinapura, Sri Duryudana dan diangkat jadi pendeta dan guru sekalian Kurawa dan Pandawa.
Sebenarnya ia seorang pendeta bijaksana, guru Pandawa dan Kurawa. Wrekudaralah seorang anak muridnya yang sejati. Adapun pada mulanya memang Wrekudara diperdayanya, diperintahkan terjun ke dalam laut supaya mati. Tapi segala petunjuk Durna yang demikian itu malahan menjadikan kesempumaan ilmunya atas petunjuk Dewa Ruci, dewanya Wrekudara yang sebenarnya.
Dalam perang Baratayudha, Durna tewas oleh Raden, Drustajumena kena tusukan keris yang telah kemasukan jiwa Prabu Palgunadi, yang membalas dendam pada Durna.
BENTUK WAYANG
Dahyang Durna bermata kriyipan, hidung mungkal gerang, seperti batu asahan yang telah aus. Mulut gusen (bergusi). Dagu mengerut, akan tanda bahwa dagu seorang tua, beryanggut. Bertarbus. Rambut bersanggul. Berkain bentuk rapekan pendeta. Tangan hanya dapat digerakkan yang belakang. Tangan yang lain memegang tasbih. Bercelana cindai dan bersepatu.
Sedjarah Wayang Purwa, terbitan Balai Pustaka juga tahun 1965. Disusun oleh Pak Hardjowirogo
(Artikel diambil dari . http://wayangku.wordpress.com/2009/01/01/dahyang-durna/)