MISTERI ANTASENA
Antasena adalah anak bungsu Raden Bima, kedua Pandawa. Lahir dari rahim Dewi Urangayu, putri semata wayang Sang Hyang Baruna. Jalinan kisah itu membuat Antasena menjadi sosok yang unik. Dia adalah bangsa manusia, lahir dari keturunan campuran bangsa Samodra dan bangsa Dewa.
Di dalam pakeliran wayang Jawa, sosok Antasena menyimpan misteri tersendiri, entah karena pengejawantahan karakter Antasena sendiri yang samar, ataupun sengaja dibuat demikian, tak ada yang tahu. Tapi konon kabarnya memang sosok karakter Antasena ini dimunculkan sebagai penggambaran akan sebuah kepribadian sufi. Orang menghubung-hubungkan akan kemunculan tokoh Antasena ini dengan semisal figur ‘nyleneh’ Syeh Siti Jenar ataupun sosok ‘sakral’ Abdul Qadir Jaelani.
Tak banyak dalang yang cukup ‘berani’ melakonkan tokoh Antasena dalam pertunjukannya. Mungkin karena penokohannya sendiri yang misterius, atau kegamangan para dalang itu yang merasa tidak cukup mampu menghidupkan karakter Antasena dari tangan mereka.
Antasena bisa dikesankan orang yang angin-anginan, sudah tidak lagi memandang dunia. Terbebas dari sifat unggah-ungguh kehidupan kerajaan. Dia bebas berkata kepada siapa saja tanpa harus berbahasa halus. Kesaktiannya sulit digambarkan, karena tak pernah diceritakan dia kalah oleh orang lain, bahkan oleh bangsa Dewa sekalipun! Konon untuk membalik dunia wayang pun dia dianggap mampu.
Lalu, kira-kira karakter yang seperti apa yang ada dalam kepribadian seseorang sakti tanpa tanding? Karena toh kemampuan seperti ini tidak mungkin ditempelkan pada tokoh antagonis. Karakter seperti ini pun rasanya akan hambar bila harus ada pada para ‘lakon’. Sehingga karakter ini seolah kemudian dilengkapi dengan sebuah penggambaran akan sifat ketinggian ilmu dan kebijaksanaannya. Ilmu yang secara awam tak akan mampu dibaurkan dengan para tokoh wayang kebanyakan. Ada yang kemudian memunculkan tokoh ini dengan kesan lucu dan selengekan, saya pikir demi sebuah upaya agar tokoh Antasena ini bisa digagas dan diterima secara khalayak. Tapi tetap ada juga yang berusaha menggambarkan tokoh Antasena ini seperti keinginannya, men-tauhid, kesufi-sufian, jauh dari keinginan dunia, dan selalu mengagungkan Sang Pencipta di setiap langkahnya.
Bentuk fisik yang khas adalah kulit sisik kemerahan di sekujur badannya. Digambarkan seperti sisik udang. Dapat hidup di darat dan di dalam air.
Antasena jelas tidak dilibatkan di perang Baratayudha. Gubahan cerita wayang versi Jawa itu tetap menempatkan Antasena seperti apa adanya, samar-samar. Dan karakter seperti Antasena tentunya tidak punya keinginan untuk turut serta pada hingar bingar peperangan. Karena kehidupan dan kematian yang dilihatnya sudah beda sekali dibanding yang dipahami orang kebanyakan.
Ketika banyak orang yang khawatir akan kesaktiannya yang tanpa tanding, akankah dia melibatkan diri pada perang Baratayudha? Cerita itu membawa pengertian bahwa justru Antasena sendiri yang tidak begitu tertarik untuk terlibat Baratayudha. Karena baginya hampir tak ada jarak pemisah antara ‘membunuh’ dan ‘melapangkan jalan kematian’. Satunya akan dihujat dan dikutuk, sementara yang satunya akan mendapat terimakasih dari si mati.
Kematiannya pun penuh misteri. Seakan cerita itu memang sengaja dibuat tidak lengkap demi mempertahankan sosok remang-remang bagi Antasena.
Antasena memiliki istri Dewi Jenakawati, putri Arjuna.
Pitoyo Amrih
http://www.pitoyo.com/duniawayang/mo...ticle&artid=31
(Artikel ini diambil dari http://www.kaskus.us/showthread.php?t=1484156&page=5).