GRAFFITI LETTERS ON PAPER
Please give your comments about this graffiti image, Thanks....
Graffiti art is an activity that uses color composition, line, shape and volume of a particular sentence to write on the wall. So many types of graffiti including graffiti tagging, graffiti alphabet, 3d alphabet graffiti, graffiti alphabet letters, graffiti alphabet bubble, digital graffiti alphabet and much more.
CAKIL
Cakil merupakan seorang raksasa dengan rahang bawah yang lebih panjang daripada rahang atas. Tokoh ini merupakan inovasi Jawa dan tidak dapat ditemui di India.
Dalam sebuah pertunjukan wayang, Cakil selalu berhadapan dengan Arjuna ataupun tokoh satria yang baru turun gunung dalam adegan Perang Kembang. Tokoh ini hanya merupakan tokoh humoristis saja yang tidak serius namun sebenarnya Cakil adalah melambangkan tokoh yang pantang menyerah dan selalu berjuang hingga titik darah penghabisan karena dalam perang kembang tersebut cakil selalu tewas karena kerisnya sendiri.(artikel diambil dari id.wikipedia.org/wiki/Cakil).
Cakil merupakan tokoh asli kreativitas
Cakil digambarkan berbeda dengan raksasa lain yang hanya satu tangannya bisa digerakkan. Tangan Cakil bisa digerakkan kedua-duanya. Hal ini diartikan sebagai penggambaran "sengkalan memet": “tangan yaksa satataning janma” yang kurang lebih berarti tangan raksasa layaknya tangan manusia. Kata-kata tersebut mengandung watak bilangan sebagai berikut, tangan:2, yaksa:5, satataning:5, jalma:1. Jika dibaca terbalik maka akan menghasilkan angka Tahun Jawa 1552, atau 1630 Masehi yang merupakan tahun diciptakannya tokoh Cakil.
Dalam pewayangan, Cakil bersuara kecil, melengking dengan
Ia umumnya ditemani oleh tiga raksasa yang berwarna tiga macam. Hal ini terkadang dihubungkan dengan simbolisasi nafsu-nafsu manusia, yakni nafsu amarah, aluamah, supiah, dan mutmainah. Cakil digambarkan sebagai raksasa yang lincah, mahir pencak, dengan
Tokoh Cakil dalam wayang gagrag (
Berikut contoh dialog yang terjadi antara Cakil dan satria yang dihadangnya.
Cakil: "E ladalah, sasuwene aku pacak baris ing alas iki, ana satria bagus, baguse uleng-ulengan, dedege ngringin sungsang, lakune njungkar angin. Ayo ngakua, ngakua, ngaku! Sapa jenengmu, endi omahmu, endi omahmu, sapa jenengmu?"
Satria: "Buta, buta pantes temen sesipatanmu, dene takon tanpa parikrama, ucapmu cariwis, tanganmu surawean kaya wong ngegusah."
Cakil: "E.. Babo, ladak lirih satria iki!"
Saria: "Apa abamu! Buta, sapa pracekamu lan ing ngendi dhangkamu."
Cakil: "E... Ditakoni durung sumaur malah genti takon"
Satria:"Jamak lumrah wong tetakon ganti pitakon"
Cakil: "Iya, yen kowe takon marang aku, aku andeling praja Girikadasar, Tumenggung Ditya Klanthangmimis, balik kowe sapa jenengmu lan ngendi pinangkamu?"
Satria: "Yen jeneng ora duwe, yen kekasih ndakwangsuli."
Cakil: "Nyata ladak satria iki! sapa kekasihmu."
Satria: "Ya iki satria ing Tanjunganom, Raden Angkawijaya kekasihku"
Cakil: "Sumedya marang endi lakumu?"
Satria: "Ngetut tindaking suku, nuruti kareping budi"
Cakil: "E..Ladalah! Yen kena ndak eman becik balia, aja mbacut, jalaran alas iki lagi dadi sesengkerane gustiku, yen ana janma liwat kudu bali."
Satria: "Aweh ya mbacut, ora aweh ya mbacut."
Cakil: "E..Bojleng-bojleng belis laknat jeg-jegan! Apa wani marang aku?"
Satria: "Kang ndak wedeni apamu"
Cakil: "E, lah keparat. Kekejera kaya manuk branjangan, kopat kapita kaya ula tapak angin, kena ndak saut, ndak sabetake, sida sumyur kwandhamu."
Satria: "Mara dikepara ngarsa."
(Artikel diambil dari www.matabumi.com/picture/cakil ditulis oleh Feri Istanto).
CANGIK
Cangik adalah seorang dayang putri kerajaan. Nama ini menurut pada ujud perempuan yang berleher panyang, kepala menjungkur dan berbadan kurus, disebut nyangik, asal dari perkataan cangik. Ia seorang perempuan tua yang ketelah, maka selalu memegang sisir untuk bersisir dan pada waktu dimainkan ia bersisir rambut.
Cangik bermata kriyipan, hidung kepik, bibir panyang dibawah, dengan sebuah gigi digerang (dihitamkan), leher panyang, bahu turun (Jawa: brojol), bersanggul gede dikembangi, menggunakan kain batik slobog, badan bagian atas berkain dodot, yaitu kain pakaian perempuan di dalam istana raja, dan menggunakan gelang.
Suara Cangik kecil, melagukan suara orang yang tak bergigi. Pada waktu dimainkan, Cangik akan bertanya pada anaknya, Limbuk, akan kawin dengan laki-laki yang bagaimana macamnya. Biasanya jawaban Limbuk menjadi sindiran untuk anak-anak perawan yang menonton.
Sedjarah Wayang Purwa, terbitan Balai Pustaka juga tahun 1965. Disusun oleh Pak Hardjowirogo.
LIMBUK
Limbuk adalah anak Cangik, seorang dayang, puteri kerajaan. la berbadan gemuk dan kuat. Lagak lagu Limbuk ini genit dan selalu berhias sebagaimana emaknya. Kegemukan Limbuk ini sering menjadi perumpamaan bagi gadis yang berbadan. dan gemuk. Limbuk dimainkan sebagai lawakan yang jenaka. dan tiap tiap kali dimainkan selalu dalam adegan minta kawin dan lalu dinasihati oleh emaknya supaya mempelajari hal kepandaian wanita lebih dulu. Jalan Limbuk waktu dimainkan diikuti suara gendang, menggambarkan bahwa Limbuk seorang wanita berbadan besar yang, bertingkah laku serba janggal.
Limbuk bermata keran, hidung kepik, sanggul gede dikembangi, bersubang besar (Jawa: suweng blong), kain batik slobog dengan berkain dodot.
Limbuk bersuara besar seperti suara laki-laki diikuti dengan keletahnya.
Sedjarah Wayang Purwa, terbitan Balai Pustaka juga tahun 1965. Disusun oleh Pak Hardjowirogo.
Artikel diambil dari http://wayangku.files.wordpress.com/2008/06/limbuk.jpg
Bilung adalah seorang raksasa kecil yang berteman dengan para Punakawan. Dia adalah sahabat dari Togog dan kemana-mana selalu berdua. Bilung digambarkan sebagai tokoh dari luarJawa yaitu Melayu. Bilung sering kali menggunakan bahasa campuran Jawa & Melayu. Setiap bertemu dengan Petruk dia selalu menantang berkelahi & mengeluarkan suara kukuruyuk seperti ayam jago. Tapi sekali dipukul oleh Petruk dia langsung kalah & menangis. Dalam beberapa cerita wayang, Bilung yang punya nama lain Tokun ini terkadang Bilung berperan menjadi Punakawan yang memihak musuh. Biasanya Bilung akan memberi masukan yang baik kepada majikannya . Tetapi bila masukannya tidak didengarkan oleh majikannya , dia akan berbalik memberi berbagai masukan yang buruk.
Artikel diambil dari http://id.wikipedia.org/wiki/Bilung
TOGOG
Togog adalah tokoh wayang yang digunakan pada lakon apapun juga di pihak raksasa. Ia sebagai pelopor petunjuk jalan pada waktu raksasa yang diikutinya berjalan ke negeri lain. Pengetahuan Togog dalam hal ini, karena ia menjelajah banyak negeri dengan menghambakan dirinya, dan sebentar kemudian pindah pada majikan yang lain hingga tak mempunyai kesetiaan. Karena itu kelakuan Togog sering diumpamakan pada seseorang yang tidak setia pada pekerjaannya dan sering berganti majikan.
Ia bersahabat dengan Semar dan terhitung lebih tua Togog daripada Semar, maka Semar memanggil Togog dengan sebutan Kang Togok.
Di mana Togog menghamba tentu dipercaya oleh sang majikan untuk memerintah bala tentara yang akan berangkat ke negeri lain. Waktu ia mendapat perintah untuk memberangkatkan bala tentara tersebut, dalang akan mengucapkan kata-kata sebagai berikut:
Tersebutlah lurah Wijayamantri (Togog) telah tiba di tempat para raksasa berkumpul, memerintahkan kepada Klek-engklek Balung atandak untuk bersiap akan berjalan ke negeri Anu, tetapi perintah itu tak didengar, maka naiklah ia ke panggung, memukul barang sebagai pertanda.
Adapun benda yang digunakan ialah genta, keleleng, gubar, beri dan lonceng agung sebesar lumbung. Setelah dipalu dan para raksasa segera bersiap senjata dan kendaraan yang berbentuk senuk, memreng, blegdaba, bihal, badak dan singa yang mengaum dan meraung mendatangkan ketakutan pada banyak orang.
Ucapan Engklek-engklek Balung atandak: Marilah teman berdandanlah, akan pergi ke negeri Anu. Dan kemudian disahuti oleh temannya: Ikut-ikutlah,, yangan ketinggalan perabot kita, tekor tempat darah, pisau pemotong hati.
Sangat riuh suara raksasa itu, setelah berkumpul, suara binatang, kendaraan meraung-sung berbareng dengan suara yang mengendarai meraung juga, terdengar seperti guruh musim ke empat.
Lurah Wijayamantri turun dari panggung, lalu menghadap kepada majikannya. Bragalba bertanya: Sudahkah lurah Wijayamantri mengundang bersiap sejawat raksasa semuanya?.
Wijamantri: Sudah Kyai, sewaktu-waktu berangkat telah bersiap.
Bragalba: Marilah sekalian berangkat pada waktu pagi. Dijawab: Marilah, marilah. Diiring dengan gamelan, ketika gamelan berhenti, Togog, berkata kepada Bilung: Bilung, bagaimanakah ini?. Tadi kata pemimpin saya diangkat sebagai pemimpin, tetapi yangan pula saya dapat memimpin hingga sampai ke negeri yang dituju, sekarang saja selalu terbelakang. Tetapi keduanya lalu menyusul juga.
Rombongan raksasa ini berjumpa dengan duta seorang raja, terjadilah tanya jawab maksud masing-masing dan karena bertentangan maka terjadi peperangan. Hal ini yang disebut perang gagal, yaitu perang yang tak ada hasilnya apa-apa, tidak ada yang mati, keduanya hanya bersimpang jalan.
Togog bermata keran (juling), hidung pesek, mulut mrongos (jongang), tak bergigi, kepala botak, rambut hanya sedikit di tengkuk. Bergelang. Kain slobog, (nama batik), berkeris dan berwedung. Togog bersuara besar, cara menyuarakannya dengan suara dalam leher dibesarkan.
Sedjarah Wayang Purwa, terbitan Balai Pustaka juga tahun 1965. Disusun oleh Pak Hardjowirogo.
Artikel diambil dari http://wayangku.wordpress.com/2008/07/19/togog/